“The servant of mine whom I have given health and sufficient means, and he allows five years to pass by (without visiting my House), is verily deprived” (Hadist qudsi, Sahih Ibn Hibban: 3703)

Jakarta, Mei 2011

Sedari awal pernikahan, saya dan pak suami sudah memiliki misi yg sama. Kami memiliki cita-cita untuk berangkat haji sebelum usia memasuki kepala tiga. Padahal belum tahu sih gimana caranya, tapi bismillaah… kami masukkan ke dalam life pan kami bersama (ecieee :D). Seperti prinsip saya, menulis rencana mah sah-sah aja, lalu serahkan urusan kepada satu-satunya Dzat Yang Maha Mengetahui Segala. Apalagi kalau bicara tentang target ibadah, malu kalau sampai lebih rendah dibanding target dunia (ya ga, ya ga). Jadi bismillah… kami masukkan targetan itu ke dalam life plan kami berdua.

——–

London, Januari 2012

Kami sadar betul daftar antrian haji begitu panjang di tanah air. Orang tua saya harus menunggu selama lebih dari 10 tahun (sekarang pun masih dalam antrian). Tapi berawal dari impian sederhana, Allah mulai tampakkan caranya. Saat saya S2 di London, saya belajar bahwa ada kemungkinan kami bisa berangkat haji dari UK. Kalau di Inggris, tidak ada sistem antrian (karena jumlah quota jemaah yang biasanya lebih kecil dari yang sudah dialokasikan oleh Pemerintah Saudi). Jadi kalau punya uang, tinggal cus berangkat tahun itu juga. Tapi alamaak… mahal sangat harganya! Bagi kami newlywed yang tabungan pun ala kadarnya, di tengah kondisi beasiswa dibawah standar UKBA, hamil dan melahirkan di Britania Raya, plus insiden suami yang terpaksa harus withdraw satu term S2-nya, kami kembali ke tanah air dengan tangan hampa, eh bukan, maksudnya rekening tabungan hampa, hehe… Jadilah kami tangguhkan cita, lalu berazam akan menabung dan akan menunaikan rukun Islam kelima saat S3, dengan izin-Nya, insya Allah…

———-

London, November 2016

Allah berikan jeda cukup lama bagi saya antara S2 dan S3, pun pak suami yang harus mengalami 2 tahun jeda yang sama, sebelum akhirnya Allah berikan rezeki untuk S3. Tapi alhamdulillaah… Allah kumpulkan kami bersama, dapat melalui ‘huru hara’ menjadi PhD parents di kota yang sama. Dan itu artinya, rencana tabungan untuk berhaji harus semakin kami kencangkan. Mumpung anak masih satu juga 😀 Saat pak suami memulai S3 nya per November 2016, kami sepakat akan berangkat haji di tahun 2017. Hemat hemat dan hemat. Nabung nabung nabung. Fokus dengan target ibadah yang sudah kami rencanakan lama. Bismillaah… semoga ada rezekinya, karena berhaji bukan hanya perkara niat dalam dada, namun di saat Allah memang mengundang kita untuk bertamu ke rumah-Nya yang mulia. Maka tugas kita saat ini adalah luruskan niat dan berusaha sekuat yang kita bisa, lalu menyerahkan urusan kepada Penggenggam Segala…

“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893)

———-

Mekkah, 24 Agustus 2017

Singkat cerita, Allah izinkan kami menjadi tamu-Nya (alhamdulillaah tsumma alhamdulillaah). Perjalanan haji 18 hari dari London sejak 23 Agustus hingga 10 September 2017. Kami mengambil paket 2 minggu (walaupun harga paket 3 dan 4 minggu sama harganya), dengan pertimbangan ada si kecil yang kami tinggalkan, pun kewajiban untuk kuliah, dan 2 minggu ini sebenarnya ndak tepat 2 minggu, tapi 2.5 minggu. Berapa biayanya? Per tahun 2017 kemarin, kami mendapat harga £4190 atau setara dengan 65-70 juta rupiah (kurs saat itu) menggunakan agent travel Manchester Hajj. Iya, memang terlihat 2x lipat lebih mahal dari harga haji di Indonesia, tapi dibanding dengan mengambil paket ONH (yang sekarang juga tetap harus mengantri dan di angka lebih dari 120 juta), bismillaah kami bulatkan tekad untuk berangkat tahun itu juga. Itu juga bukan paket yang mahal-mahal amat, paket murah tapi cukuplah. Di kamar sharing ber-4, bukan di hotel berbintang, tapi akomodasi masih walkable ke masjidil haram. Bagi saya dan suami, kami bukan mencari kemewahan atau kenyamanan, fokus kami hanya ingin ibadah. Itu sudah lebih dari cukup insya Allah.

Btw, tantangan untuk perkara niat berhaji ini banyak, utamanya faktor finansial, hohoho… Kalau mau dengerin bisikan setan, pasti yang kebayang, ‘sayang lah duitnya, mending buat nyicil rumah, nyicil kendaraan, tabungan sekolah anak, dan rentetan kebutuhan kehidupan lainnya’. Tabungan kami sendiri? Pasca setor uang untuk berhaji, nominal tabungan langsung terjun bebas hingga 10%, hehe… Boro-boro rumah dan kendaraan, status kami berdua aja masih mahasiswa tanpa pekerjaan 😀 Tapi kami berdua percaya, usia manusia siapa yang bisa menduga. Tak bisa pula kita berkata, masih ada hari esok untuk kita. Maka sudah menjadi kesepakatan antara saya dan suami, jika Allah berikan rezeki, meski kebutuhan abcd (baca: keperluan dunia) belum kami miliki, kami prioritaskan untuk penghambaan kepada Rabb yang kami rindui. Lalu minta pada-Nya agar semua tercukupi, Allah limpahkan keberkahan pada yang sedikit ini, Allah bebaskan hutang dan kayakan hati. Karena percayalah, saat kita berkata, ‘nanti saja berhajinya saat anak-anak sudah dewasa, saat rumah dan mobil sudah kita punya’ sedangkan kita tidak pernah tahu kapan malaikat Izrail akan datang menjemput kita. Siapakah yang sudah punya jaminanannya?

“Don’t save Hajj for the old age! You don’t know the date of your appointment with the angel of death” (Bilal Philips)

Oke, udah kebanyakan intro-nya, sekarang kita masuk ke perkara teknis ya, biar lebih komprehensif gitu info di blog nya, hehe…

Tanya: Berhaji dari UK (atau negara lain), apa aja pertimbangan untuk memilih agent travel?

Jawab: 1) Pilih agent travel terdaftar di Pemerintah Saudi (yang ATOL protected dan mendapat license dari Saudi Ministry of Hajj), kalau di UK bisa dicek ke website CBHUK 2) Kami prefer memilih agent travel yang sudah terpercaya dan digunakan service nya oleh orang Indonesia, jadi ada review yang bisa kami percaya. Kadang harga murah tapi ternyata pelayanannya ada banyak kurangnya. Belum lagi agent travel scam yang membawa kabur uang jama’ah ☹ 3) Kami prefer memilih agent yang menawarkan akomodasi yang walkable ke masjidil haram, namanya juga kita mau fokus ibadah, akomodasi mah sebagai tempat rehat sebentar aja. Jalan s.d 15 menit masih wajar lah, jadi ndak perlu hotel bintang 4/5. 4) Kami prefer mengambil yang non-shifting, artinya kamar kita di akomodasi Mekkah ga akan berubah selama masa haji, jadi ndak repot berbenah koper dan tas atau pindah hotel.

Tanya: Kalau berhaji dengan suami aja, terus anak gimana? Kenapa ga bawa anak aja?

Jawab: Naah… salah satu yang membuat hati berat (terutama seorang emak), memang meninggalkan anak. Kemarin alhamdulillaah si kecil sudah berusia 4 tahun, jadi kebutuhan ASI sudah bukan perkara lagi. Karena kami tinggal di UK, opsinya adalah menitipkan anak kepada teman pengajian disini, atau mengundang ibu kesini. Opsi kedua yang kami ambil, karena si kecil sudah sekolah, sulit menitipkannya kepada teman karena rumah berjauhan. Kenapa ga diajak? Kami rasa, pilihan kami untuk tidak membawa anak berhaji cukup tepat. Saya dan suami sepakat, kami ingin fokus ibadah, apalagi ini adalah haji wajib pertama kami. Saya tipikal emak yang kalau udah ada anak, fokusnya akan ke anak. Diluar membludaknya jumlah manusia, keterbatasan fasilitas dan stamina, usia si kecil yang belum bisa mandiri dalam kesehariannya, kami ingin perjalanan haji kami setiap detiknya benar-benar berlepas akan urusan dunia, benar-benar perjalanan antara aku dan Dia. Saya bukan melarang jika ada orang tua yang ingin mengajak balita atau anaknya, silahkan saja, tapi pastikan kita siapkan hati dan stamina dalam perjalanannya.

“Travelling for Hajj reminds me of the journey to Allah and the Hereafter. When I travel, I leave my loved ones, family, children, and homeland. And the journey to the Hereafter is like that too…”

Tanya: Lalu persiapan untuk berhaji apa saja?

Jawab: 1) Luruskan niat, itu yang pertama dan utama. Jangan sampai ada rasa ibadah ini karena mengejar gelarnya (pak haji atau bu hajah), atau karena pujian manusia. Sayang… sungguh sayang. Semoga Allah lindungi kita. Suami saya mewanti-wanti perkara hati ini, tak perlu juga update status di tanah haram nanti. Berbeloknya niat siapa yang bisa mengetahui. Kami mengirimkan pesan dan menginfokan akan berhaji hanya kepada orang di lingkaran terdekat kami. Jangankan selfie, bahkan tidak ada satupun foto kami berdua dari perjalanan haji kemarin (kecuali diambil dari hp teman saat foto bersama-sama), meskipun ini adalah perjalanan perdana kami ke tanah suci. Tahan keinginan dan luruskan niat lagi. Jaga hati… jaga hati wahai diri…

“Biarlah Allah saja yang menyemangati kita, karena itulah semulia-mulia alasan. Cukuplah Allah saja yang memelihara ketekunan kita, karena perhatian manusia terkadang menghanyutkan keikhlasan…”

2) Bekal ilmu. Ini point penting kedua. Apalagi kalau berangkat dari UK, agent travel biasanya ga menawarkan adanya manasik. Jadi haruslah kita yang benar-benar membaca dan memahami amalan-amalan nya. Bisa juga kita hadir ke workshop haji seperti yang diadakan di London Central Mosque, alhamdulillaah kami berkesempatan hadir kemarin. Buku saku ‘Hajj and Umrah Made Easy’ juga menjadi teman perjalanan setia. Pastikan kita menuntaskan pelajaran manasik sebelum keberangkatan. Karena setibanya disana, kita hanya tinggal beramal, bukan lagi belajar.

3) Persiapan dokumen dan barang-barang yang dibawa. Saya dan suami adalah tipikal orang yang ga suka menunggu deadline. Jadi sejak jauh-jauh hari segala sesuatu haruslah dipersiapkan. Pastikan dokumen keperluan visa dilengkapi semua (4 foto ukuran passport, buku nikah yang sudah dilegalisir, form visa yang sudah diisi, proof of study dari kampus, meningitis vaccine certificate, passport, dan fotocopy visa/BRP). Vaksin meningitis kami lakukan di Tesco Pharmacy seharga £30. List perlengkapan yang dibawa sudah coba saya rangkum baik untuk laki-laki maupun wanita, silahkan diunduh dari link di atas. Yang paling tricky disini adalah mencari toiletries yang non-perfume dan non-alcohol, kalau di Indo dipermudah dengan adanya produk dari w*rdah.

4) Siapkan stamina dan kesehatan. Salah satu keuntungan berhaji muda adalah stamina. Saya merasakan betul perjalanan haji bukan hanya perjalanan ruhiyah, tapi juga memerlukan kekuatan jasadiah. Di bawah panas terik matahari yang mencapai 50 derajat celcius, kita harus menyiapkan stamina untuk berjalan (atau kadang berdesakan) di tengah lautan manusia, apalagi tenda Eropa terletak cukup jauh dari jamarat (berbeda dengan tenda jamaah Indo yang lokasinya dekat dengan jamarat). Pada tanggal 12 Zulhijjah, saat nafar awal, kami harus berjalan lebih dari 16,000 langkah (sekitar 11 km) di bawah terik matahari (tak sedikit kaki yang melepuh). Salah satu tips juga, saat pertama kedatangan (sebelum memulai masa haji per tanggal 8 Zulhijjah), jagalah stamina dan kesehatan, jangan terlalu ‘ngoyo’ di awal dan kehabisan energi pada saat masa berhaji. Perbanyak multivitamin dan booster daya tahan tubuh.

5) Perbanyak stok sabar. Kalau ditanya bekal haji yang paling penting, itu adalah taqwa dan sabar. Di tengah keteraturan budaya barat, tak jarang hati akan banya berstighfar melihat kesemrawutan. Tips lain, siapkan mental, atau prepare for the worst before expecting the best. Dengan begitu, kita akan lebih banyak bersyukur dibandingkan mengeluh. Berjam-jam tanpa kepastian menunggu di imigrasi, melihat kondisi WC di Mina, teriknya padang Arafah, saling berdesakan dan berebut tempat di mudzalifah, belum lagi penantian-penantian perjalanan. Pokoknya perbanyak istighfar, perbanyak stok sabar. Akan banyak kita rasakan ujian-ujian pada perjalanan, maka kuatkan lagi kesabaran, kuatkan lagi keimanan.

“Hajj: The international congregation dedicated to the worship of Allah, is a great lesson in patience” (Bilal Philips)

Sementara ini, itu dulu yang bisa saya share. Di akhir catatan, akan kami ingatkan anak-anak kami kelak, agar mengusahakan berhaji sebelum usianya 30 tahun (tentunya jika Allah sudah berikan rezeki, utamanya wanita agar dapat berhaji ditemani dengan mahram). Akan kami dukung keinginannya tanpa harus memiliki kecukupan segalanya untuk dunia. Semoga catatan ini dapat menjadi penyemangat untuk kita semua. Bagi yang Allah sudah cukupkan rezekinya, semoga Allah lapangkan perjalanannya. Bagi yang belum Allah berikan kesempatan, tetap tanamkan kerinduan, pun keinginan besar. Dan yakinlah, Allah akan mudahkan… Allah akan mudahkan… Bukankah sudah banyak kita melihat bagi mereka yang merasa tidak ada jalan namun Allah mudahkan dan berikan rezeki dari arah yang tidak terbayangkan? Maka jangan berkecil hati, mulailah berikhtiar, lalu serahkan urusan kepada Dzat Yang Mengayakan. Wallahu a’lam bishhawwab.

“How I wish I could be one of those walking to Mina. To echo the Labbaik with the crowd. To take my pebbles and pelt the hated one. And lay my head on the blessed ground of Muzdalifa. To let my tears fall on the plains of Arafat. And see the ka’bah, and perform the tawaf. Oh Allah… with this ache to be amongst those who you have called this year, let our names be amongst those called next year. Ameen…” (anonymous)

PS. Silahkan kalau ada pertanyaan, insya Allah akan dijawab saat luang. Semoga bermanfaat ^_^

London, 14 April 2018
Pukul 00.50