“It’s amazing how when things don’t work out the way you planned, Allah makes them work out better. And when you least expect it, you’re given so much more that what you thought you wanted” (Yasmin Mohaged)

Waah… saya baru sadar kalau sudah hampir 2 bulan saya tidak meng-update blog saya. Ini disebabkan satu dan lain hal yang akan saya jabarkan pada tulisan kali ini. Tulisan ini adalah rangkuman kegiatan saya sebagai PhD mom di bulan 17-19 sekolah doktoral saya. Dan ini sebenarnya hanyalah kolase perjalanan pasca upgrade di bulan April yang saya tuliskan di status FB saya (ada beberapa tambahan juga sih). Sengaja saya rapikan dan simpan dalam blog agar ga hilang dalam ingatan 😀

Jadi jadi… sebenarnya ada apa aja nih yang terjadi selama 2 bulan terakhir ini? Kenapa blog-nya menjadi sunyi senyap? Sebenarnya nih, bisa dibilang grafik kesibukan saya pasca upgrade itu turun drastis tis tis! Bahkan bisa dibilang saya merasa jadi PhD “pengangguran”. Eits… ini bukan karena saya malas lho, ada faktor diluar diri kita yang ternyata bisa membuat PhD kita tersendat.

Nah contohnya kasus saya ini. Pasca upgrade, saya sebenarnya berencana untuk berkunjung ke Guernsey (lokasi penelitian saya), melanjutkan aplikasi ethics approval untuk genomic study di Guernsey dan UCL, pun mulai entry data dari kuesioner yang sudah dikumpulkan sejak bulan Januari 2016 lalu. Tapi qadarullaah… takdir Allah berkata lain. Tiba-tiba local PI (principal investigator) di Guernsey hilang kabar. Blas ngilang. Di email berkali-kali ga dibalas, di telepon ga diangkat, di sms dicuekin, bahkan sampai saya nekat whatsapp-in tapi tetap juga ga bergeming. Huaaa… masa-masa yang ndak enak dalam PhD saya, makan berasa ndak enak, tidur ga nyenyak. Ini kali ya rasanya orang kena PHP *hayeuh 😀

PhDA

Oke, kita kembali kepada realita. Itulah yang terjadi pada saya. Harap-harap cemas selama 2 bulan tanpa bisa move forward untuk mengerjakan project PhD saya. Dan itu bukan karena kesalahan saya, tapi faktor lain. Saya bahkan kaya “minta pekerjaan” ke supervisor saya karena memang aneh kalau ga ngapa-ngapain. Mungkin supervisor saya merasa aneh, ini anak kenapa rajin banget minta kerjaan, hehe… Apa hikmahnya? Kita bisa saja berencana, tapi Allah jua lah yang menentukan jalan ceritanya. Tapi ga usah khawatir, saya selalu belajar untuk berhusnudzan atas setiap ketetapan yang Allah berikan, pasti ada hikmah yang ingin Allah sampaikan. Hingga akhirnya Senin lalu akhirnya saya dapat kabar bahwa local PI saya ini sudah bisa dihubungi dan kita akan teleconference tanggal 7 Juli besok (baru bisa senyum sumringah 😀 )

Eh, kembali kepada hikmah. Jadi karena saya ga suka diam-diam ga ada kerjaan. Jadilah saya yang cari-cari kesibukan, mungkin ini juga pembelajaran dari Allah dan sudah menjadi ketetapannya bagi saya. Sebelum bercerita lebih jauh, saya ingin bercerita mengenai hikmah yang saya dapat dari salah satu menteri Indonesia. Saya ngerasa sayang banget kalau kisah ini ga saya bagi.

Belajar Dari Menteri
Diskusi bersama Pak Sofyan Djalil

Jadi gini ceritanya, tanggal 7 Mei lalu saya diundang oleh mas Rizki (ketua BPRI sekaligus Mata Garuda LPDP) untuk hadir berdiskusi dengan Pak Sofyan Djalil, yang merupakan Kepala Bappenas RI saat ini. Saya melihat beliau sebagai sosok Bapak yang mengayomi, humble, cerdas, knowledgable, senang berbagi, mau mendengar dan menasihati kami yang masih muda-muda ini (berasa muda 😀 ). Beliau memaparkan situasi diiringi dengan fakta dan angka, tidak hanya di Indonesia, tapi juga menceritakan kondisi di lain negara.

Ada hal yang ingin saya bagi dari pertemuan singkat kami ini. Saya begitu kagum dengan sosok Pak Sofyan yang ternyata berasal dari keluarga sederhana di Aceh yang berjuang begitu keras hingga akhirnya telah mendapat amanah di 4 Kementerian Republik Indonesia dalam hidupnya.

Melihat saya membawa Najwa, Pak Sofyan mengenang masa mudanya yang dulu juga membawa keluarga saat kuliah di luar negeri. Dengan sikap humblenya, Pak Sofyan berbagi cerita mengenai perjalanan hidupnya dahulu. Ternyata beliau baru merasakan kuliah S1 di FH UI saat usianya 25 tahun, dikarenakan ia sebelumnya bekerja sebagai guru agama, pekerja kasar, hingga PNS di Kejaksaan Agung. Di tengah studi S1 nya lah beliau menikah, itupun tanpa memiliki uang, hingga akhirnya sang istri membantu menambahkan uang menggunakan tabungannya untuk membeli cincin kawin sebagai mahar. Kebayang kan bagaimana tahap perjuangannya? Saya jadi merasa kerdil karena perjuangan kami belumlah seberapa.

Salah satu nasihat Pak Sofyan kepada kami adalah JANGAN MUDAH MENYERAH. Beliau dulu bisa kuliah di Tufts University (S2 dan S3) berbekal toefl 550 melalui pembelajaran yang tidak main-main, bahkan bisa dibilang beliau baru belajar matematika kompleks di usianya yang 30 tahun demi mengejar nilai GRE (maklum pendidikan di daerah belum semaju saat ini). Tapi itulah, nilai perjuangan dan tidak mudah menyerah beliau yang membuatnya bisa seperti saat ini. Sebagai bocoran, beliau pernah diamanahi sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri BUMN, dan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Republik Indonesia.

Nasihat beliau lainnya agar putra putri bangsa Indonesia menjadi pribadi yang RENDAH HATI, mau menerima kritik, cinta Tuhan, kreatif dan jadilah insan yang paling banyak MEMBERI MANFAAT. Itulah sebabnya beliau selalu berusaha untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam setiap Badan Kementerian yang beliau pimpin. Dalam diskusi kemarin beliau banyak bercerita mengenai pengalaman hidupnya dan nilai-nilai luhur yg harus dimiliki putra/i bangsa, juga layaknya seorang Muslim. Meskipun hanya 3 jam berdiskusi, rasanya saya mendapat dorongan semangat kembali untuk menapaki anak tangga perjuangan ini. Belajar dari mereka yg sudah menjalani, menyadarkan saya bahwa masih banyak yg harus dipelajari, bahwa kami harus terus menggali potensi, berupaya memberikan sebaik-baik manfaat untuk negeri.

“If your presence isn’t making any contribution, why should your absence make any difference?” (Anonymous)

13119027_10209890607090733_1744068459776134179_n

Lalu lalu, di bulan Mei lalu sebenarnya ada yang spesial untuk saya *Uhuk 🙂 Karena ternyata pada tanggal 22 Mei merupakan hari anniversary saya. Ga ada yang spesial sih di hari itu, ga ada puisi-puisi romantis, romantic dinner, apalagi serangkaian bunga mawar. Cukup doa-doa khusus yang kami panjatkan agar Allah senantiasa menjaga cinta kami, agar dengan mencintainya, mengantar kami kepada kecintaan yang lebih besar kepada-Nya…

DSCF1423

“The happiest couple never have the same character. They have the best understanding towards their difference…”

Lima tahun menjalani pernikahan, saya semakin mendalami arti pernikahan kami. Saya semakin meyakini bahwa Allah lah sebaik-baik pemberi rencana dan keputusan. Tidak pernah terbayang sebelumnya siapakah yang akan menjadi imam saya.

Saya menyadari bahwa kami memiliki karakter yang berbeda. Namun, dikala kita menempatkan cinta tertinggi hanya untuk-Nya, segala perbedaan menjadi lebur menuju visi yang utama: mengharap keridhoan-Nya! Adalah ia yang sering mengingatkan saya, menjadi pendukung terbesar setiap kegiatan saya, suami shalih yang tak pernah enggan mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk membantu istrinya. Adalah ia yang senantiasa berkata, “Menjadi suami istri artinya berfastabiqul khairat untuk membantu pasangannya, bukan saling melempar pekerjaan, tapi berebut mengerjakan tugas agar mendapat berlipat kebaikan. Bukankah sebaik-baik laki-laki adalah yang paling baik terhadap istri dan keluarganya?” *Pertama kali dengar ini saya tersipu malu mendengarnya & bersyukur Allah memberikan suami dgn pemahaman seperti dia *Uhuk! 😀

Dan kami begitu percaya, the real love means helping each other to attain Jannah… Saat nasihat lembut diberikan tatkala melakukan kesalahan, saat berlomba beribadah menghiasi target harian, saat pengorbanan besar diberikan meskipun minim kalimat romantis terlontarkan *eh!?!, saat lantunan doa tak berkesudahan saling mendoakan kebaikan dan keberkahan.

Pesan saya untuk para muslimah shalihah:

Dear lovely sisters,
Marry the ones that love Allah more than he loves you, the one that follow Sunnah and constantly reminds you of akhirah. Then, he will take you to Jannah, insha Allah…

22 May 2016 is our 5th Anniversary and I am still counting…
Till our loves brought us to Jannah and you’ll make me your Queen, insha Allah… ^_^

Sudah sudah dengan kalimat-kalimat romantisnya, hehe… Saya ingin kembali menceritakan mengenai alasan terbesar kenapa saya puasa nge-blog kurang lebih selama 1.5 bulan ini.

13419189_10210167170964657_5719324905643224620_n

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” (Pramoedya Ananta Toer)

Alhamdulillaah… 11 Juni kemarin saya berhasil menyelesaikan draft awal penulisan 120 halaman untuk buku perdana. Kenapa saya semedi selama kurleb 1.5 bulan ini? (ga semedi-medi amat sih). Karena sedang didorong serius untuk menulis sebuah buku. Jadi begini kisah singkatnya.

Beberapa bulan lalu tetiba saya dihubungi oleh seorang editor dari sebuah penerbit. Ia menanyakan apakah saya ada niatan membuat buku karena ia tertarik dengan tulisan-tulisan saya di blog. Menurutnya, akan sangat baik jika saya bisa berbagi cerita untuk muslimah-muslimah lainnya. Awalnya saya pesimis (sampai sekarang juga masih belum PeDe), kalau tulisan saya layak terbit. Apalah saya ini. Hanya butiran kacang di rempeyek 😀

Saya memang punya targetan untuk menulis buku dalam masa studi S3 saya. Dan sudah merasa tercapai minimal karena tulisan saya tentang persiapan studi di UK sudah terangkum dalam buku saku LPDP (alhamdulillaah… semoga bermanfaat 🙂 ) Tapi begitulah Allah dengan jalan takdir-Nya, saya yang sudah merasa puas untuk berbagi kisah dalam blog, ternyata Allah tuntun untuk menulis sebuah buku. Allah beri kesibukan lain pada saya untuk menulis lebih serius. Walaupun memang masih sangat amatir, semoga ada keberkahan dan kebermanfaatan disana. Saya anggap ini sebagai pembelajaran dari Allah, sekaligus jawaban terbaik dari doa-doa saya. Lihatlah, bukankah Allah sebaik-baik Pemberi Rencana?

Ini masih tahap awal, masih panjang perjalanan. Doakan agar bisa segera rampung dan terselesaikan. Semoga ada hikmah yang bisa dibagi, ada kebaikan yang dapat dipelajari. Bukankah kebaikan itu tidak boleh disimpan sendiri? Mangga kalau ada masukan ya 🙂

Jadiiii… bisa dibilang, untuk mengisi waktu agak lowong ini, saya memfokuskan diri saya untuk submit jurnal publikasi PhD project pertama saya (doakan lolos untuk publish ya), menulis draft buku, dan mengerjakan another meta-analysis dari systematic review yang pernah saya kerjakan. Harapannya bisa menghasilkan publikasi internasional yang lainnya. Aamiiin… Bisa saja saya mengambil pilihan untuk bersantai-santai, tapi bagi saya pribadi, merupakan kerugian kalau hari-hari berlalu tanpa kebermanfaatan atau terlepas dari upaya mengukir kebaikan. Jikalau nanti Allah menanyakan untuk apa waktumu dipergunakan, betapa malunya saya jika saya hanya menggunakannya untuk bersantai-santai. Kalau Bahasa ekstrim ala saya, makruh hukumnya, hihi 😀 Saya selalu berdoa pada Allah agar menjaga saya dengan kesibukan, karena saya percaya barang siapa yang tidak menyibukkan dirinya dengan kebaikan, maka ia akan disibukkan dengan kemaksiatan atau kesia-siaan. Huhu… Semoga Allah senantiasa menjaga kita untuk berada dalam kesibukan yang membuahkan kebaikan, baik di dunia maupun akhirat.

PhDB
Ini nih menggambarkan sulitnya mencari research objective yang bisa memberikan nilai baru, utamanya agar bisa publish di jurnal internasional dan memberikan input baru bagi ilmu pengetahuan

Naah… sekarang berlanjut dengan Diary Ramadan kami. Ini adalah kali ketiga saya menjalani puasa di negeri Elizabeth ini. Masih dengan rentang waktu puasa yang sama, yaitu 18 hingga 19 jam. Kali puasa pertama saya di tahun 2012, saya terpaksa harus banyak libur karena sedang hamil saat usia kandungan memasuki trimester kedua (masa tumbuh kembang janin). Bukannya ndak mau puasa penuh, sudah dicoba selama 5 hari di awal Ramadan, walhasil saat cek ke midwife berat badan saya turun drastis 4 kg. Setelah itu, sang midwife dengan bijak berkata,

“I know that you are fasting for religious reason. But as far as I know, they have circumstance that allow you for not fasting. Please kindly consider it since based on today’s evaluation, it may affect your baby and pregnancy”

Saat itu midwife yang saya temui orang India, non muslim, tapi ia begitu bijak (bahkan tahu syariat Islam tentang keringanan bagi orang yang sedang hamil) dan menyarankan agar saya tidak terlalu memaksakan diri. Eh, sebenarnya bukan mau membahas ini. Saya ingin menggarisbawahi “keuntungan” puasa dengan rentang waktu yang lama ini. Jangan terlalu fokus dan wah dengan lamanya waktu berpuasa di negara empat musim ini. Coba kita lihat sisi positifnya.

  1. Puasa disini membuat kita terhindar dari buka puasa berlebihan. Ya tentu aja ga bisa makan berlebihan, karena ga ada abang2 takjil yang jualan di pinggir jalan, hehe. Boro-boro bisa makan biji salak, es buah, kolak, dan gorengan bersamaan, bisa icip salah satu aja udah senang *lebay. Bisa aja sih sebenarnya, cuma butuh tenaga ekstra kalau harus buat menu komplitnya. Saya sih, prefer yang secukupnya aja 🙂
  2. Kita belajar untuk ga balas dendam saat berbuka karena waktu sahur yang dekat. Kalau terlalu kenyang, pasti ga bisa makan sahur. Ini nih point menahan diri yang lainnya. Agar dalam mendapat kesenangan kita ga jadi berlebihan. Bukankah salah satu hikmah puasa adalah menahan hawa nafsu? Jangan pas puasa aja nafsunya ditahan, setelah berbuka nafsu makan banyaknya tetap dikejar 😀
takjil
Sajian makanan Ramadan homemade ala-ala London
  1. Malam yang pendek memberikan keuntungan untuk berburu lailatul qadar. Kalau jadwal saya saat Ramadhan sih, memang sedari berbuka (sekitar pukul 21.25) ga akan tidur lagi, karena jam 2 malam sudah harus bersiap menyiapkan sahur. Shubuh hari ini jam 02.40. Sedangkan suami saja pulang tarawih jam 12an malam. Kalau tidur dulu nanggung. Jadi sebenarnya pas banget untuk memaksimalkan ibadah malam, terutama berburu lailatul qadar di 10 hari terakhir di bulan Ramadan
  2. Bisa lebih produktif. Maksimalkan waktu siang yang panjang dengan ibadah, tilawah, dan aktivitas bermanfaat lainnya. Karena waktu siangnya panjang, sebenarnya kita bisa menjadi lebih produktif kalau bisa mengelolanya. Contoh: saya prefer mengerjakan kerjaan kampus s.d jam 6 atau 7 sore, pulang dan sampai rumah dgn matahari masih terang benderang. Saya masih punya waktu 1-2 jam untuk menyiapkan makanan berbuka. Coba kalau siangnya sebentar, saya sudah harus sampai rumah jam 5 agar bisa menyiapkan makanan berbuka. Intinya, pintar2 kita mengatur waktu aja agar bisa maksimal
  3. Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kapasitas seorang hamba. Yang udah takut puasa 19 jam terasa lama banget, ga kebukti sama sekali bagi saya dan keluarga. Karena ternyata, meskipun puasa di musim panas dengan siang yang panjang, rasa lapar dan dahaganya ga se-ekstrim di Jakarta *menurut saya pribadi lho, bisa jadi karena terik matahari dan ademnya angin yang berhembus beda. Jadi meskipun 19 jam, ga terasa terlalu berat. Kalaupun jam 8 malam perut udah mulai rewel, yah itu mah sama lah dengan apa yang dirasakan perut jam 5 sore di Indonesia. Intinya, nikmatin aja, semua pasti ada hikmahnya^_^

Jadi, jangan terlalu cengeng ya dengan puasa 19 jam. Insya Allah ada hikmah yang Allah sisipkan. Yang puasa dengan durasi lebih panjang juga ada. Coba kita lihat sisi positif dibandingkan sisi negatif, itu namanya optimis! Apalagi kalau Allah yg sudah atur, pasti banyak kebaikan tersimpan dalam setiap firman. Jangan pernah ragu atas ketetapan-Nya, karena hanya Ia lah satu-satunya yang paling adil dan indah kuasa-Nya.

ramadan-quotes

Terus gimana dengan kabar Najwa di Ramadan ini? Alhamdulillaah… pertengahan Ramadan ini merupakan hari ke-4 Najwa menjalani puasa pertamanya. Yaah.. Walaupun memang bukan puasa full, tapi puasa setengah hari dan puasa estafet (buka puasa zuhur lanjut puasa lagi hingga maghrib). Tapi ini puasa di London, jadi setengah harinya pun 10 jam 😀 Sebenarnya kejadian hari pertama accident, alias ga disengaja. Berawal karena ritme tidur Najwa ikut berantakan mengikuti pola tidur ayah bundanya di bulan Ramadan. Hingga tgl 18 Juni lalu, Najwa belum juga tidur padahal jam sudah menunjukkan pukul 2 malam. Jadilah ia ikut sahur dan meniatkan diri utk puasa setengah hari. Dan ternyata… Berhasil!

Catatan #1 Kebaikan bisa terjadi tanpa kita duga, saat kita meragukan kemampuan anak, ternyata Allah menunjukkan kelihaiannya (*tsah) melalui skenario-Nya 😀

Hari kedua puasa, saya menanyakan kepada Najwa, dia mau lanjut puasa dengan catatan ga makan dan minum hingga maghrib atau ndak. Artinya setelah buka puasa jam 13.07 hingga jam 14.00 siang (makan + minum segelas susu), dia harus puasa lagi hingga jam 21.24 (another 7.5 hours). Ternyata dia manggut. Okeh, kita lakukan percobaan selanjutnya. Walaupun dia sempat lupa menanyakan minum pasca bermain lari-lari dengan Naufal sekitar jam 8 malam, ia hanya berkata “Oh iyaaa.. Najwa lupa!” saat saya ingatkan bahwa dia tengah berpuasa. Dan hasilnya? Another success! Misi puasa estafet berhasil dilaksanakan, yeay! 😄

Catatan #2 Jangan remehkan kemampuan anak. Saya mengira dia ga akan mungkin bisa menjalani puasa yg termasuk panjang ini, tp ternyata ia berhasil menjalani (total) menahan lapar selama 17.5 jam. Alhamdulillaah…

Menariknya, tahukah apa yang membuat Najwa bahagia saat berbuka puasa? Cukup diberikan segelas teh aja dia udah sumringah dan menguatkan azzam lagi untuk lanjut berpuasa esok harinya, tanpa minta hadiah yg macam-macam. Motivasi menjadi anak shalihah dan disayang Allah juga menjadi alasan ia mau berpuasa, ditambah melihat contoh yang diberikan ayah bundanya. Senyum-senyum senang saat ia sudah diperbolehkan nyeruput teh sembari makan nasi *apa rasanya coba 😀

Catatan 3# Anak kecil membuktikan bahwa bahagia itu sederhana, dan teladan itu menjadi kunci utama.

Saya sebenarnya ga terlalu “ngoyo” ngajarin Najwa puasa dini (secara di UK waktu puasa full itu 19 jam), tapi masya Allah, si anak keliatan happy-happy aja dengan puasa ini.

Catatan #4 Bukan berarti kita memaksa anak untuk puasa dari kecil (Najwa usianya 3y 4m), tapi point utamanya adalah mengajarkan nilai-nilai keislaman. Dengan ikut berpartisipasi dan merasakan sendiri, dia jadi tahu makna sahur, apa itu puasa, kapan waktu buka puasa, dan dengan senang hati menunggu maghrib untuk berbuka. Tapi sekali lagi, ini bukan paksaan, jadi bergantung dari kesiapan dan kesediaan anak, anaknya memang mau atau ndak. Kalau saya mengembalikan pilihan pada Najwa. Kalau dia say yes, tentu saya dukung dan berikan reward yang pantas. Kalaupun mereka belum sanggup puasa, sedari dini mari kita kenalkan kebiasaan-kebiasaan keislaman kepada anak, mulai sedikit-sedikit beri pemahaman apa itu puasa, kenapa berpuasa, bagaimana cara berpuasa. Minimal mereka tumbuh menjadi anak yang tak asing dengan kebiasaan-kebiasaan islami.

Wallahu a’lam bisshawab. Semoga kita bisa memaksimalkan setengah lagi perjalanan Ramadan ini, meraih taqwa mengharap ridha-Nya 😊

“Every child has a different learning pace and style. Each child is unique, not only capable of learning but also capable of succeeding” (Robert John Meehan)

13434718_10210248715403217_2036848230873572634_n

Semoga Allah memberkahi puasa dan amalan Ramadan kita. Semoga berjuta kebaikan kita semai di bulan-Nya yang mulia. Semoga Allah istiqomahkan diri hingga kita keluar dari Ramadan menjadi hamba-Nya yang terus bertaqwa.

“You are the author of your own book on the Day of Judgement. Make sure it is well worth reading!”

The 2nd day of summer night in London

Sembari menunggu sahur 🙂

01.30 am