“Life is full of surprises and serendipity. Being open to unexpected turns in the road is an important part of success. If you try to plan every step, you may miss those wonderful twists and turns. Just find your next adventure -do it well, enjoy it- and then, not now, think about what comes next.” (Condoleeza Rice)
Yuhuuu… kembali lagi dengan catatan perjalanan S3 saya, yang semakin nano-nano rasanya. Hehe… Sekarang udah bulan keberapa ya? Sebentar sebentar… What??!! Udah hampir genap 24 bulan ternyata saya menjadi mahasiswa PhD. Itu artinya saya akan bersegera menjejak tahun ketiga. Tidaaaaaaak!!!! Kenapa saya teriak? Karena saya merasa masih belum maksimal. Karena ternyata menjalani S3 itu bisa jadi ga semulus yang direncanakan, huhu… Eh eh, udah mau langsung curhat aja nih. 😀
Dulu saya udah pernah bilang, menjadi mahasiswa S3 itu kita dituntut untuk menjadi independent researcher. Ga ada yang kasih arahan harus ngapain, target pekan ini apa, dsb. Kalau S1 dan S2 mah enak, jadwal jelas. S3?? Harus mandiri bok! Nah nah… saya sempat mention ‘drama’ tentang local PI (Principal Investigator) saya di Guernsey yang tidak kunjung memberi kabar juga. Alhamdulillaah nya ia berhasil dihubungi bulan Juli lalu. Tapi eh tapi, drama ini berlanjut kembali. Saya kembali ‘digantungin’, hiks2… Sudah 3 bulan ini email ga dibalas (lagi), telp ga dijawab (lagi), sms dicuekin (lagi). Huaaaaa… Saya hanya bisa belajar istiqomah (dengan muka tebal) terus menghubunginya sambil berdoa kencang dalam hati “Ya Allah, bukakanlah pintu hatinyaaa…” *bantu doa juga ya 😀
Yang karena hal ini juga, saya mungkin harus merubah kembali rencana saya lulus S3 dalam waktu 3 tahun. Padahal mah saya tinggal menyelesaikan 3 chapter lagi dalam project PhD saya, namun sayangnya 2 chapter lain itu harus berasal dari data dari Guernsey. Huhu… Kembali meresapi, bahwa segala sesuatu yang menimpa diri, semua terjadi atas izin-Nya. Jika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana kita, tugas kita adalah putar arah, terus berhusnudzan, melewati jalan lain untuk tetap mengukir hasil akhir yang indah.
“If the plan doesn’t work, change the PLAN, but never the GOAL!”
Dari sini, saya juga belajar, bahwa terkadang PhD itu tidak berjalan semulus rencana. Ga sedikit saya mendengar kisah mahasiswa doktoral Indonesia yang terhambat studi S3 nya, qadarullah ada beberapa yang tidak mendapatkan rezeki untuk lulus. Saya mulai mempelajari gimana rasanya menjadi mahasiswa S3 sejak saya kuliah S2 di Inggris. Yang saya garisbawahi, peran supervisor itu pentiiiiiing banget. Bahasa ekstrimnya, hidup mati PhD kita ada di dia! *Tapi mah saya yakin, di tangan Allah ta’ala, hehe 😀 Kenapa sampai sebegitunya kah? Karena ga sedikit kejadian mahasiswa S3 yang kurang sreg sama karakter supervisornya, harus bertahanlah ia sampai dengan lulus, dan ini bukan 1-2 tahun, tapi 3-4 tahun!! Beneran kaya nyari jodoh deh, harus dapat pendamping eh supervisor yang tepat 😀 Ada kisah supervisor yang pindah kampus, ada juga yang pindah kampus di beda negara (nah lho ini gimana ngelanjutin projectnya), ada yang kena kanker, ada yang saking famousnya jadi terlalu sibuk, ada juga yang acuh dengan anak bimbingan, dsb. Jadi bagi saya dan suami, mendapatkan supervisor yang cucok itu rezeki besar banget. Bisa jadi, pertimbangan S3 ini bukan lagi tentang peringkat universitas, tapi kapasitas dan loyalitas supervisor yang lebih penting bagi saya.
Terus ngapain dunk selama masa ‘digantung’ ini? Naaah… di tulisan yang lalu saya sudah cerita mengenai project menulis buku perdana saya. Setelah itu selesai, kembali lagilah saya mencari kesibukan. Ga mau dunk waktunya terlewat begitu aja… Jadilah September lalu saya mengikuti konferensi internasional bergengsi di bidang hepatologi yang diadakan oleh European Association for the Study of Liver (EASL). Ini menjadi konferensi pertama yang saya ikuti menggunakan hasil penelitian PhD saya dan qadarullaah terpilih sebagai Best Scored Abstract dan mendapat penghargaan serta Young Investigator Bursary untuk menghadiri konferensi (baca: jalan gratis), alhamdulillaaah…
Tahukah apa yang membuat seorang peneliti berbahagia? Bagi saya, adalah saat penelitiannya dapat digunakan oleh pengambil kebijakan atau minimal menjadi rekomendasi untuk diterapkan di lapangan. Dan itu saya rasakan kembali saat hasil studi awalan PhD saya ini dijadikan pedoman oleh external examiner upgrade viva saya, bernama Prof. Graham Foster, seorang ahli hepatologist, guru besar QMUL (Queen Mary University), ketua asosiasi ahli hepatitis di UK. Saya masih ingat momen saat beliau mengatakan, “It’s very an impressive research. I will use the recommendation for my patients.” Dan melalui konferensi ini, semakin banyak clinicians dan hepatologist yang mengetahui hasil penelitian saya ini, mereka pun bersemangat untuk menerapkan rekomendasi yang sama. Dan itu artinya, saya harus kembali ke laptop, eh maksudnya segera menyelesaikan draft publikasi ini, sehingga lebih banyak lagi peneliti, akademisi, maupun pengambil kebijakan di negara manapun untuk mengetahui hasil penelitian ini 😀 Lagi-lagi, titip doa agar ilmu yang dipelajari mendatangkan berkah dan manfaat, membawa kemaslahatan untuk negara dan umat 🙂
“Success is knowing your purpose in life, growing to reach your maximum potential, and sowing seeds that benefit others” (John C. Maxwell)
Lalu apa lagi? Karena saya juga ga bisa anteng menunggu, akhirnya saya mengerjakan PhD project saya yang bab akhir, menggunakan data hepatitis C dari project Find and Treat study. Sebuah penelitian dimana respondennya adalah marginalized population, seperti homeless, drug users, prisoners yang ada di London. Akhirnyaaaa… saya bisa utak atik data dan mengerjakan analisa. Minimal hal inilah yang menghadirkan bahagia di tengah-tengah kegalauan PhD saya. Meskipun data genomic nya belum lengkap, minimal saya sudah mencicil chapter lain dari thesis saya. Ini nih gambaran saat saya mengerjakan analisis, ga bosen ganti-ganti nama file sampai okeh bin keceh dan di approve supervisor 😀
Terus terus, ada lagi? Saya masih melanjutkan perjuangan saya menulis publikasi untuk hasil awalan proyek PhD saya tadi. Pasca penolakan pertama (yang sebenarnya dikarenakan saya tidak menampilkan data faktor imunologi), akhirnya setelah berkonsultasi ke supervisor, kami akan submit new submission ke Lancet ID dengan paper yang lebih komprehensif (niatnya mau dibagi 2 publikasinya, tapi jadinya disatukan. Baca: belum mau nyerah, hehe). Ini menjadi pembelajaran besar bagi saya bagaimana caranya untuk bisa masuk publikasi ke jurnal internasional dengan impact factor tinggi (IF>19, yang ngasih feedback aja 6 reviewer, supervisor aja sampe kaget 😀 ). Mohon doa agar semua lancar, masih begitu panjang perjalanan. Oya, kolega saya juga tiba-tiba minta saya leading menulis paper untuk project satu lagi yang bernama ICONIC (Infection Response through Virus Genomics). Merangkum hasil analisa genomics dari sample HCV di London. Gampang ga sih bikin draft publikasi? Yaaah… kurang lebih begini perjuangannya 😀
Udah nih? Belum sih… Karena tahun kedua ini kurang “greget”, jadilah saya melibatkan diri dengan kegiatan kampus. Setelah tahun lalu bertugas sebagai Student Representatives untuk Post-graduate research student, tahun ini saya mengambil peran sebagai mentor. Apa itu? Saya pikir mentoring hanya ada di ROHIS aja, tapi ternyata ada juga PhD mentoring scheme disini, hehe. Artinya, PhD student di tahun kedua dan ketiga bisa menjadi mentor untuk anak PhD baru (sebagai mentee). Nah nah, kebetulan mentee saya namanya Myrto (cewek koq) yang berasal dari Yunani. Kita menggarap project yang mirip yaitu di bidang hepatitis C, cuma dia lebih fokus ke arah develop machine learning nya. Selain itu, saya juga dilibatkan pada Athena Swan meeting, anggota yang hadir (kebanyak jajaran staf UCL) senang banget saya hadir karena dianggap sebagai minor race (huehehe, secara orang Asia dan berjilbab, makhluk langka di Departemen).
Saya juga mulai menceburkan diri sebagai teaching assistant di UCL (tahun-tahun lalu ceritanya masih hesitate). Tapi akhirnya saya putuskan untuk ‘mencicip’ pengalaman ini. Oya, pekan lalu saya baru saja mendapatkan capacity building di bidang genomics analysis, salah satu muatan penting kenapa saya PhD kesini. Ga sekedar mendalami epidemiologi penyakit menular, tapi juga belajar melebarkan sayap untuk memahami keilmuan yang lain, yaitu berhubungan dengan molecular epidemiology dan WGS (Whole Genome Sequencing) analysis. Naah… untungnya lagi punya supervisor professor kece yang memegang kendali banyak project, adalah hal yang mudah baginya mendatangkan ini itu. Akhirnya pekan lalu diundanglah seorang phylogenetics expert dari University of Edinburgh, yang memang tergabung dalam project ICONIC juga. Saya dan Myrto mendapat training special olehnya. Iya, training yang khusus untuk kami berdua. Alhamdulillaah…
Begitulah kesibukan saya semenjak bulan ke-19 hingga 24. Memang ga terlalu banyak karena beberapa hal yang ga bisa saya kendalikan. Karena hal ini juga, saya punya feeling tahun ketiga saya akan benar-benar hectic. Gimana dengan Najwa? Per September lalu, ia telah memulai sekolahnya. Kisah lengkapnya bisa dibaca disini. Terus misua? Alhamdulillaah… segala puji bagi Allah, suami saya akan memulai studi S3 nya bulan November ini. *Cie ciee yang barusan udah bikin student ID card 😀 Setelah penantian panjang itu, pencarian jodoh (baca: supervisor) yang susah ketemu, hingga Allah takdirkan ia kembali mereguk nikmatnya ilmu.
Artinya apa? Artinya kami bertiga akan memasuki babak baru, saat Najwa, ayah, dan bundanya pergi bersama menuntut ilmu. Artinya kami harus siapkan tenaga lebih, kesabaran lebih, ketekunan lebih, dan keikhlasan lebih! Artinya tahun ketiga PhD saya insya Allah akan semakin “greget”, karena kewajiban yang ada pasti lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Mohon doanya, semoga kemudahan dan keberkahan senantiasa mengiringi perjuangan kami bertiga.
Inilah masa dimana kami harus semakin menggenggam kuat cita, menguatkan asa, menjejak anak tangga menggapai ridho-Nya. Karena tentu lebih terjal mendakinya, lebih besar tantangannya. But we always remember, those who can bow down to Allah, can stand up for everything. Because we are the A-team, who believes with TEAMWORK, it will make the DREAMS WORK!
“Setiap harap, ia tumbuh bersama tekad, yang dengannya harap tak hanya mengurai lenyap, tapi juga membenihkan langkah juang yang kuat. Setiap doa, ia tumbuh bersama taqwa. Yang dengannya doa tak hanya mengurai pinta, tapi juga upaya mendekatkan diri pada-Nya. Dan lihatlah, saat “menunggu” dan pintamu terjawab pada satu titik waktu, maka yang terbaiklah yang menjadi jawaban atas doa-doamu. Semoga tekad dan taqwa, selalu ada dalam setiap cita dan mimpi kita. Semoga sabar dan syukur, selalu menjadi kendaraan dalam mengarungi bahtera…”
Saat berjuang bertiga terasa begitu indah adanya,
London, 29 Oktober 2016
Pukul 01.15
*Saat duo kesayangan sudah tertidur lelap, saat itulah sang bunda bisa nge-draft dengan leluasa di malam gelap 😀
October 29, 2016 at 1:37 am
Smoga slalu dimudahkan urusan mbak Dewi dan keluarga. Smoga ilmu mbak sekeluarga klak dpat memberi maslahat
October 31, 2016 at 12:58 pm
Aamiiin ya Rabb.. Jazakillah khair untuk doanya 🙂
November 2, 2016 at 2:44 am
masyaAllah…..membaca kata demi kata mb dewi selalu menginspirasi, makasih y mb, semoga Allah lancarkan study mb dewi, dan sll bisa menyempatkan diri untuk menulis hikmah bagi kita2 hihihi….
November 3, 2016 at 6:05 pm
Aamiiin ya Rabbal ‘alamiiin.. Jazakillah khair untuk doanya. Semoga Allah berkahi setiap aktivitas kita ya 🙂
November 2, 2016 at 2:48 am
MasyaAllah….terimakasih atas setiap inspirasi yg tertuang dalam kata2 mb dewi, semoga dimudahkan studinya dan sll bs menyempatkan u menulis hikmah kehidupan yang bisa jadi pembelajran untuk kami….
November 3, 2016 at 3:53 am
Sengaja buka blog mbak Dewina yang aku boormark manis di PC office ku. #cari temen #cari motivasi. 😛 Alhamdulillah terima kasih mbak Dewina udah menulis perjalanan PhD embak. Jadi ngerasa punya temen. Ahahah. Aku juga baru masuk tahun ketika Agustus kemarin nih mbakk. Dan sempet mengalami masa digantung juga kayak Mbak Dewina. Hiks. Alhamdulillah setelah changed the plan, semua jadi lancar kembali meskipun masih lambat-lambat, yang penting moving forward ya Mbak. # menghibur diri. Semoga phD mbak Dewina lancar dan ilmunya bermanfaat. Aamiin. Saling mendoakan ya mbaaak. :*
November 3, 2016 at 6:22 pm
Hi mba Mayaaang… nano-nano ya rasanya jadi PhD student? hihi..
Aamiin ya Rabb.. Doa yg sama utk mba Mayang. Semoga lancar ya studi kita *pasang ikat kepala 😀
November 24, 2016 at 2:27 am
Sungguh terkesan dengan cerita Sis Dewi. Semoga saya juga setabah ituu…
November 29, 2016 at 4:12 pm
Semoga Allah mudahkan dan berkahi setiap aktivitas kita yaa 🙂